Jakarta Seperti banyak orang bilang, hasil tak akan mengkhianati progres, demikian pula yang terjadi dengan Retno Marsudi. Puluhan tahun menjadi diplomat dan bertugas di banyak negara dengan penilaian positif, membikin publik mengamini ketika Retno diserahi tanggung jawab sebagai Menteri Luar Negeri RI di penghujung 2014.
Lahir di Semarang, Jawa Tengah, 27 November 1962, wanita bernama lengkap Retno Lestari Priansari Marsudi ini semenjak permulaan sudah mundorubi.com memasang sasaran menjadi diplomat. Lihat saja, lulus dari SMA Negeri 3 Semarang, Retno masuk ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan meraih gelar sarjana S-1 Ilmu Relasi Internasional pada 1985.
Yang mesti dicatat, pada tahun terakhir di UGM, Retno lolos seleksi beasiswa dari Kementerian Luar Negeri. Dia pun mengambil beberapa program studi, yaitu Undang-Undang Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Den Haag dan Studi Hak Asasi Manusia di Universitas Oslo.
Usai menamatkan studinya, karier Retno sebagai diplomat pun dimulai. Tak tanggung-tanggung, dia langsung ditugaskan ke Australia untuk membicarakan info yang memojokkan Indonesia sebab pembantaian warga Timor Leste di Santa Cruz, Dili. Jabatan sebagai Third Secretary Penerangan pada KBRI Canberra dikontrol Retno selama jangka waktu 1990–1994.
Retno kemudian berturut-ikut menjabat sebagai Sekretaris Bidang Ekonomi pada KBRI Den Haag (1997–2001), Deputi Direktur Kawasan Sama Ekonomi Multilateral (2001), Direktur Kawasan Sama Intra-Ketika Amerika dan Eropa (2002–2003), dan Direktur Eropa Barat (2003–2005).
Nama Retno yang makin terlihat sebagai diplomat mewujudkan dia dikasih tugas sebagai Duta Besar Luar Berikutnya dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Eslandia (2005-2008). Sesudah itu dia masih berusia 43 tahun.
Kecuali Retno menempati posisi Direktur Jenderal Amerika dan Eropa pada Kementerian Luar Negeri RI yang bertanggung jawab mengawasi kekerabatan Indonesia dengan 82 negara di Eropa dan Amerika (2008–2012).
Sejak itu, Retno kembali ke daerah dulu dia menuntut ilmu dan bertugas di Den Haag setelah dipilih sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda (2012–2014). Surya itu, dia juga pernah memimpin beragam perundingan multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation).
Puncaknya yaitu ketika Presiden Joko Widodo melantik Retno sebagai Menteri Luar Negeri RI pada 27 Oktober 2014. Perempuan pertama yang menjadi Menlu RI ini kemudian kembali dipercaya dan dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Luar Negeri untuk Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019.
Segera menjabat sebagai Menlu RI, tugas berat Indonesia di gelanggang internasional menjadi tanggung jawab diplomat asal Semarang ini. Selama hampir 10 tahun mengemban jabatan itu, Retno dianggap kapabel memainkan peran Indonesia di pecaturan dunia. Ditambah lagi dia yaitu diplomat karier yang selama puluhan tahun sudah berkiprah di Kemenlu RI.
Sejumlah penghargaan dari dunia internasional menggambarkan bahwa Presiden Jokowi tak salah menunjuk Retno menjadi salah seorang asistennya. Penghargaan The Order of Merit (Grand Officer–the Second Highest Decoration) diperoleh dari Pemerintah Norwegia pada Desember 2011.
Kemudian ada The Ridder Grootkruis di de Orde van Oranje-Nassau dari Pemerintah Belanda pada 12 Januari 2015. Penghargaan Agen Perubahan dari PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) pada 21 September 2017. Penghargaan «El Sol del Peru» ( Peru) dari Pemerintah Peru pada 24 Mei 2018 dan Malalai Medal of Honor dari President Ashraf Ghani of Afghanistan pada Maret 2020.
Retno menikah dengan seorang arsitek bernama Agus Marsudi dan dikaruniai dua orang buah hati yaitu Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi.
, bagaimana Retno menggambarkan perjalanan pengabdian dia selama menjadi diplomat ulung di Kemenlu RI?